Minggu Pagi Di Tabek Indah
Ba’da Subuh.
Matahari masih menyusun cahayanya satu-satu atau sedang mandi, sehingga belum
juga ia menampakkan diri. Kutelusuri jalan kecil, tujuanku pagi ini adalah
stasiun kereta api Kotabumi. Lampu-lampu rumah penduduk belum dipadamkan, tadi
hari memang masih menyimpan kelam. Bergegas kulangkahkan kaki menuju stasiun
yang jaraknya memerlukan sekitar lima menit dengan berjalan kaki dari rumahku.
Aku tak ingin tertinggal.
Sesampainya di
stasiun, ternyata pintu gerbang utama belum juga terbuka. Terpaksa aku harus
berjalan sedikit kesamping agar bisa masuk dan duduk di kursi tunggu yang ada
di stasiun ini. Sepi, hanya beberapa orang saja yang tampak dalam deretan
tempat duduk di ruang tunggu. Jadwal weekend-ku kali ini adalah ingin
menyegarkan pikiran dengan berkunjung ke salah satu tempat rekreasi keluarga
yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di daerah Natar. Sebelumnya,
dengan iseng dan tanpa rencana aku menghubungi seorang sahabat penulis di kota
Bandar Lampung. Awalnya aku menanyakan apakah bisa aku meminta bantuan untuk
dibelikan tiket seminar menulis yang diadakan oleh Birohmah Unila. Tetapi tanpa
di duga beliau memberikan opsi lain yaitu ikut rombongan komunitas menulis
Forum Lingkar Pena Wilayah Lampung yang mengadakan pertemuan di Tabek Indah. Awalnya
sempat ragu untuk bisa hadir, sebab aku bukan anggota club kepenulisan populer
tersebut.
Satu-dua
penumpang lain berdatangan meski tidak banyak. Matahari mulai sombong meski
kemunculannya di balik pohon-pohon rindang yang terlihat berjejer dari
kejauhan. Seolah dia berkata bahwa “minggu
ini aku hadir untuk kalian, rasakan panasnya”. Keringat pertama jatuh dari
dahiku, sudah hampir sejam aku menunggu tetapi kereta yang kutunggu belum juga
datang. Aku mulai resah, pasalnya jadwal pertemuan yang akan di gelar pukul
delapan pagi ini. Informasi terakhir yang kudengar dari seorang Polisi Khusus
Kereta Api mengatakan bahwa setengah jam lagi kereta tiba.
Akhirnya yang
ditunggu datang juga, tak banyak penumpang yang turun di stasiun ini. Padahal
ini hari libur, tetapi kursi duduk kereta masih banyak yang kosong. Dengan
mudah aku mendapatkan tempat duduk. Aku memilih kursi single dan kosong. Tanpa
teman. Sialnya lagi entak kenapa BB ku pagi ini mati. Alamat kekesalannya
adalah aku tidak bisa online on mobile. Tidak bisa membaca recent updates,
tidak bisa buka twitter, facebook dan yahoo massangger juga hal lainnya yang
seharusnya aku bisa senang-senang dalam kereta. Beberapa menit kemudian kereta
melaju kencang, sedangkan aku masih terguncang eeeehhh salah, masih terbengong
tanpa kawan.
Dengan malas,
kubuka hp dan melayangkan pesan singkat untuk Mba Naqy. Menanyakan apakah bisa
jam sembilan kumpulnya, karena aku telat. Tanpa lama beliau menjawab bisa. Sms
berlanjut.
“Kumpul dimana
mba di unilanya”
“Kalau jam
sembilan langsung ke lokasi saja, coba hubungi Shinja 0856xxxx”
Secepat kilat sms
kulayangkan pada Shinja. Tetapi lama sekali balasannya. Akhirnya aku bertanya
lagi dengan Mba Naqy untuk bisa ke lokasi naik mobil apa dan di jawab oleh
beliau “Naik angkot. Coba tanya ke Lego. Aku mau ke bidan dulu. Faris luka”
Sebenarnya aku
masih trauma bila harus menghubungi Lego, karena kejadian yang sudah-sudah
selalu saja susah untuk membalas sms atau bahkan mengangkat telpon dan parahnya
lagi bila hp-nya ngomel-ngomel seperti ini “Maaf nomor yang ada tuju bukan
nomor togel” aiiihhhhh kesel dah. Tetapi tak urung kulayangkan juga pesan
singkat buat Lego.
“Abang lagi dalam
kereta neh. Masih kumpul di unila atau sudah jalan ke Tabek?”
Hp-ku hening.
Suara dentum kereta yang nyaring seakan hendak meruntuhkan gendang telinga.
“Kurang tahu
bang, teman-teman katanya kumpul di PKM. Aku nanti nyusul ke Tabek jam 9”
Akhirnya aku
bertanya nomor siapa yang bisa aku hunbungi, lego menyarankan menghubungi Mba
Naqy. Tetapi setelah aku jelaskan bahwa beliau sedang mengantarkan Faris yang
sedang terluka, akhirnya Lego memberikan no hp Shinja. Aku urung menghubungi
Shinja, karena sms-ku yang pertama saja belum ada balasa. Aku tanya dengan Mba
Naqy, lalu beliau memberikan no hp Jarwo. Pesan singkat berakhir setelah aku
sampai ke Unila.
***
Dalam bayanganku
sebelumnya, acara pertemuan ini akan dihadiri banyak kader. Jiahhhh ternyata
hanya beberapa peri kecil-kecil berjilbab yang hampir semuanya adalah orang
belum aku kenal. Satu orang yang wajahnya sepertinya aku kenal dan sudah
beberapa bertemu, yang pada akhirnya aku tahu bahwa peri kecil berjilbab coklat
itu bernama Shinja. Setelah berbincang sebentar dan memutuskan untuk mencari
mobil angkot yang bisa mengantarkan kami semua ke lokasi, akhirnya angkot di
dapat dengan harga Rp. 40.000,- dengan jarak tempuh antara unila menuju Tabek
Indah sekitar kurang lebih 15 menit.
Tabek Indah nama
yang sudah lama aku dengar, tetapi jujur baru kali ini aku bisa mengunjunginya.
Kampung Wisata Tabek Indah terletak di Kecamatan Natar Lampung Selatan.
Tabek Indah merupakan tempat wisata yang mengambil tema wisata kampung dengan
berbagai wahana didalamnya. Disana terdapat wahana Outbound, Waterboom, Kolam
Pemancingan, dan tentunya cottage yang dapat disewa untuk bermalam. Ada arena
out bond dan juga flying fox dengan biaya murah hanya Rp. 15.000,- . Bagi yang
suka berenang disini juga ada fasilitas Waterboom dengan berbiaya masuk Rp.
20.000,-
Usut punya usut yang jujur membuat aku kusut (agak lebay
dikit) ternyata ini agenda kelas menulisnya Forum Lingkar Pena sekaligus
merayakan Milad ke 12. Kelas menulis kali ini adalah bagaimana menulis puisi
dan membaca puisi. Pengin tepok jidat rasanya atau menggaruk sekencang-kencangnya
rambut yang tidak gatal bila harus disuruh baca puisi. Jiahhhhh jujur gak bias
baca puisi. Menulisnya iya hehehehe. Acara kelas menulis berjalan lancer
setelah sang moderator memimpin.
Tanpa persiapan apa pun, akhirnya aku di dampuk untuk
menjadi pengisi materi tentang puisi menemani Jarwo dan Desma. Tak ada
persiapan, alhasil aku asal ngomong saja sesuai dengan pengalamanku sendiri.
Pengertian puisi itu apa?. Jawab sendiri yah malas menerangkan disini hahahaha.
Pertanyaan banyak mengalir dari peserta yang hanya beberapa
orang saja ini. Ada yang bertanya kalau mandek nulis harus seperti apa?. Nah
aku jawab ngasal “Ya tinggalkan saja”. Ada yang tanya car abaca puisi yang baik
itu bagaimana? Nah kali ini aku nyerah. Yang menjelaskan untuk menjawab Jarwo
dan Desma. Aku diam cengengesan. Hehehhehe. Pembicaraan ini jadi hangat dan
penuh semangat, sampai sengatan sinar Matahari siang ini begitu panas tidak
terasa bagi kami semua yang duduk melingkar di tanah tanpa alas apa pun.
Duhhhhh konyol dan bahagia tapi.
Acara puncaknya adalah perayaan Milad FLP Wilayah Lampung
ke-12. Jujur miris sebenarnya perayaan kali ini. Aku sudah beberapa kali
mengikuti acara milad FLP meski aku bukan anggota. Acara milad yang ini
benar-benar miskin acara banget (hahaha peace), jangan marah dulu. Begini FLP
itu hebat, tetapi hari ini aku rasa anggota FLP Lampung lainnya (dengan alasan
apa pun tidak bias hadir) tidak semangat menyambutnya. Jadi ya sepi dan
sederhana. Tetapi dari hatiku yang dalam, aku bahagia. Setidaknya aku silaturahim
dan mengenal orang-rang baru. Hal ini menjadikan pikiranku segar kembali
setelah seminggu dengan rutinitas yang membosankan di kantor.
Sepertinya acara ini tidak akan menarik dan heboh tanpa
adanya hadiah. Tiap kali aku mengikuti lomba kepenulisan yang paling utama
selain mengasah menulis tentunya aku melihat hadiahnya terlebih dahulu. Jujur
sangat bukan?. Nah kali ini pun dalam rangka Milad FLP Wilayah Lampung dalam
kelas menulis puisi ini juga memperebutkan hadiah meski hadiahnya ya sederhana
juga. Tetapi demi menyulut api dalam diri rekan-rekan anggota, aku memberikan
hadiah satu buah buku masing-masing kepada para pemenang dalam kelas menulis
ini. Dan lomba yang diadakan adalah menulis (mencipta) puisi dan membacakannya.
Aku mendapatkan kehormamatan besar menjadi jurinya. Sebelum lomba di mulai aku
menyempatkan diri untuk menulis puisi sederhana yang kutujukkan untuk milad FLP
Lampung kali ini, berikut puisinya :
Cahaya Kecil
Ketika lilin kecil tak
mampu menyinari
Yakinlah cahaya matahari siang jadi berkah sendiri
Bukan tepuk tangan yang riuh rendah
tapi seribu do'a yang membahana
Sahabat, hari ini ucapan tak lagi bermakna
Bila hati-hati kita tidak bersatu
Jadilah cahaya kehidupan
Yakinlah cahaya matahari siang jadi berkah sendiri
Bukan tepuk tangan yang riuh rendah
tapi seribu do'a yang membahana
Sahabat, hari ini ucapan tak lagi bermakna
Bila hati-hati kita tidak bersatu
Jadilah cahaya kehidupan
Yang terus menerangi langkah kecil kita
Tabek Indah, 16 Desember 2012
Setelah lomba menulis dan membacakan puisi yang diikuti oleh
sekitar 6 peserta, aku berjanji akan memberikan pengumuman siapakah yang pada
akhirnya mendapatkan buku kenang-kenangan dariku yang akan aku umumkan di akun
pribadiku. Dan inilah para pemenangnya
- Sebentuk Hati by Hani
- Sederhana Penuh Arti
- Menelusuri Gelap
Selamat kepada para pemenang, semoga kalian terus
menciptakan karya terbaik kalian dan buat yang belum beruntung jangan berkecil
hati yah. Kalian semua adalah inspirasiku pada Minggu Pagi Di Tabek Indah.
Sungguh.
Bandar Jaya, 17 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar