Menikmati Ujian Agar Tidak Terus
Terpuruk
Manusia sebagai mahluk yang
diciptakan Allah SWT memiliki nafsu alamiah. Diantara nafsu itu, Allah
menyusupkan hati manusia agar bisa saling berkasih sayang antar sesamanya serta
membangun cinta dengan tetap berpegang teguh bahwa Allah-lah cinta yang paling
utama. Mungkin akan timbul satu pernyataan “Mengapa kita jatuh cinta? Dan
bagaimana menyikapi cinta yang sudah kita raih?”. Sudah menjadi fitrahnya bahwa
manusia memiliki rasa cinta dan kasih sayang, khususnya kepada lawan jenis. Hal
ini merupakan sunatullah dan tidak bisa dihindari. Namun, agama mengatur cara
mengungkapkannya sesuai dengan ukurannya agar indah dan tidak merusak.
Ketika cinta antara dua insan
berbeda jenis kelamin bertemu, ternyata tidak seindah yang selalu ada
dibayangan dan keinginan. Halangan dan rintangan selalu datang silih berganti.
Ternyata cinta tak melulu soal kasih sayang, keindahan, dan kebahagian semata.
Dalam sebuah percintaan, kemungkinan perpisahan pun dapat terjadi. Dalam buku
“Ketika Cinta Harus Pergi” Pada bab 1 menjelaskan bagaimana cinta yang dibangun
indah dan berbunga-bunga bisa saja hancur oleh satu dan banyak hal yang
melatarbelakanginya. Berbagai macam sebab perpisahannya yaitu kematian,
perselingkuhan, perbedaan prinsip, berbeda keyakinan, dan perpisahan karena
keluarga.
Sering kali kita berkeluh kesah
tentang segala ujian yang ditimpakan kepada kita. Rasa putus asa kerab
menyambangi hati kita bila ujian datang. Padahal, tidak ada satu pun yang sia-sia dari rangkaian kejadian yang ditetapkan
Allah. Keterpurukkan, kegagalan, kesedihan, keteraniayaan dan perpisahan adalah
penggalan-penggalan skenario-Nya yang bertujuan baik (Hal 61). Yah,
acapkali kita bertanya “Mengapa Allah menguji kita?”. Bab 2 dalam buku ini
mendedah secara gamblang dan detail
bahwa sesungguhnya Allah MahaTahu bahwa kita memang kuat menghadapi ujian.
Bolehkah kita menangis ketika
ujian menimpa kita? Jawabannya ada dalam bab 3. Pembahasan dalam bab ini
mengenai fakta lain dalam menangis. Menangis terbukti secara ilmiah dan
penjelasan dalam Al Qur’an, menangis ternyata
banyak manfaatnya asalkan tidak berlarut-larut.
Hal yang wajar apabila kita
disakiti, maka yang timbul adalah rasa benci dan dendam, terlebih hal itu
terjadi dari orang yang kita cintai. Pada bab 4 dalam buku ini memberikan opsi
yang sangat menarik tentang manfaat memaafkan dan ruginya memelihara rasa
dendam.
Selanjutnya dalam bab 5 dan 6
penulis memberikan tips keren untuk memberikan kesembuhan jiwa yang telah
rapuh. Obatnya adalah dengan terus menjalin silaturahmi dan terapi menulis.
Bila dalam dua bab sebelumnya
mengenai tips penyembuhan jiwa, maka dalam bab 7, bab 8 dan bab 9 memberikan
obat untuk hati yang telah hancur. Untuk mengobati rasa terpuruk adalah saatnya
bangkit dan pulih serta terus bergerak. Ada yang unik dalam bab 8 ini yaitu
adanya tabel aksi nyata yang harus dilakukan agar kita bisa move on. Ketika hati terpuruk,
berpikirlah melingkar dengan membuka hati dan logika.
Bab terakhir dalam buku ini yaitu
bab 10 dan bab 11 menjabarkan tentang bagaimana cinta bisa memberikan kekuatan
positif bagi seseorang. Berdasarkan kajian psikologi ternyata cinta merupakan
faktor penentu panjang pendeknya usia seseorang. Ketika cinta itu hadir
kembali, semua hal negatif berubah kearah yang positif.
***
Sering kalahnya manusia dalam
ujian dan cobaan cinta dan kasih sayang, merupakan kasus nyata yang biasa
mendera siapa saja. Padahal, ujian yang
diberikan Allah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia itu
sendiri. Sayang sekali rasanya bila kita harus terus terpuruk dan tidak mampu
bangkit karena urusan cinta dan kasih
sayang. Seharusnya kita sadar dan mampu mengelola fitrah yang sangat mendasar
ketika menghadapi ujian kehidupan.
Lalu, bagaimana memelihara dan
mengelola perasaan cinta dan kasih sayang yang baik?
Mari dengan cepat kita menemukan
penyebab rangkaian masalah tersebut.
Rasulullah sebagai suri tauladan dalam memelihara keharmonisan keluarga
dapat dijadikan contoh terbaik. Dengan memelihara keharmonisan rumah tangga,
sumber energi kehidupan kita tidak akan pernah habis. Kita akan selalu bergerak
dengan semangat tak pernah padam. Bukankah akhir lebih baik dari sekedar
permulaan yang kita ciptakan?
Buku ini mengajarkan kita satu
hal yang sangat istimewa yaitu bagaimana menyikapi cinta dengan ketulusan hati
dan penyerahan pada sang Maha Cinta. Karena seyogyanya kita adalah manusia yang
lemah dan butuh sandaran. Ketika kita terpuruk, hanya pada Allah-lah kita
menggantungkan pertolongan. Buku ini hadir tanpa ada kata menggurui di dalamnya.
Segala sesuatu yang dijabarkan di dalamnya adalah satu uraian khas dan ringan.
Kedua penulis dalam buku ini mampu menghadirkan cara mumpuni mengobati hati dan
jiwa yang terkoyak.
Bagi siapa saja yang berharap
untuk bisa move on dari keterpurukan hati dan jiwa, maka buku ini layak
dijadikan bahan acuan untuk mengkaji bagaimana mengobatinya. Semoga anda
mendapatkan setitik cahaya terang setelah membacanya. Allahu’alam.
Judul Buku : Ketika Cinta Harus
Pergi
Penulis : Elita Duatnova
Featuring Aida Ma
Penerbit : Quanta
Tahun Terbit : Cetakan I,
Februari 2013
Tebal : 145 halaman
ISBN : 978-602-02-0647-9
Resensi ini diikutsertakan dalam lomba resensi buku BAW dan QuantaBooks
http://bawindonesia.blogspot.com/2014/02/lomba-resensi-buku-penulis-be-writer.html
http://bawindonesia.blogspot.com/2014/02/lomba-resensi-buku-penulis-be-writer.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar