Tujuan awalnya ingin mengikuti acara ini adalah ingin silaturahmi dengan teman-teman blogger yang kece-kece. Selama ini komunikasi kami kebanyakkan hanya via group whatsapp. Ketika Mak Yul, begitu kami menyebut orang yang selalu memberikan berbagai macam informasi terkait job, mengabarkan bahwa dia membutuhkan 20 blogger yang bersedia hadir untuk mengikuti acara dengan tema kesehatan. Lantas saya mencoba ikutan daftar berharap lolos. Alhamdilillah saya lolos mengikuti acara tersebut
Ruang Makara 3 Doubletree Hotel menjadi tempat pertemuan Press Conference "Biologic Agents as an Innovative Treatment For Ankylosing Spondylitis and Psoriatic Arthiritis"
Pertemuan yang dihadiri oleh Blogger, Media, serta dua orang pasien yang memberikan informasi dan pengalamannya selama menderita penyakit Ankylosing Spondylitis (AS) dan Psoriatic Arthiritis (PsA) yang ternyata menimpa pada dua orang dokter yaitu dr. Adhiyatma Prakarsa Gunawan dan drg. Rio Suwandi
Selain Press Conference oleh Mr. Jorge Wagner selaku President Director Novartis Group Indonesia dan testimoni penderita kedua penyakit tersebut, acara ini juga diisi oleh dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatilogi yaitu Dr. Rudy Hidayat, SpPD-KR yang memberikan informasi mengenai AS dan PsA.
Kalian pasti bingung mendengar kedua jenis penyakit tersebut, sama saya juga belum mengetahui apa sih sebenarnya AS dan PsA itu?
MENGENAL ANKYLOSING SPONDYLITIS (AS) DAN PSORIATIC ARTHRITIS (PsA)
Ankylosing Spondylitis (AS)
Ankylosing Spondylitis (AS) merupakan penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel dan jaringan yang sehat. Respons imun yang abnormal tersebut menyebabkan peradangan (artritis) pada sendi tulang belakang. Penyakit ini dapat membuat ruas tulang belakang menyatu, sehingga penderita sulit bergerak, menjadi bungkuk dan mengalami kesulitan bernapas.
Fakta menunjukkan bahwa AS lebih sering diderita oleh pria dibandingkan wanita, sehingga pria memiliki 3 kali peluang lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini. Penyakit ini bisa terjadi di segala usia, tapi umumnya mulai berkembang pada masa remaja atau dewasa awal (sekitar usia 20 tahunan). Hanya 5% mengalami gejala setelah umur 45 tahun. Penyakit ini dapat mempengaruhi penderita sepanjang hidupnya.
Penyebab
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab dari AS.
Namun, para ahli menduga bahwa penyakit ini mungkin disebabkan oleh faktor keturunan (genetik) dan lingkungan. Gen HLA-B27 diduga memiliki peranan, karena 85-95% penderita menunjukkan positif pada gen tersebut.
Namun, memiliki gen ini bukan berarti seseorang akan mengalami AS. Para ahli baru-baru ini menemukan dua gen tambahan, yaitu IL23R dan ERAP1v bersama dengan HLA-B27 dapat membawa risiko genetik Ankylosing Spondylitis (AS).
Gejala
AS adalah penyakit yang mirip dengan Psoriatic Arthritis (PsA). Pasien dengan AS biasanya mengalami gejala seperti peradangan, rasa sakit, dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk, atau tumit terutama terjadi di pagi hari. Gejala ini akan terjadi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Terkadang, gelalanya juga datang dan pergi, membaik dan memburuk, serta muncul dalam rentang waktu tertentu.
Gejala AS juga disertai dengan kondisi, seperti:
1. Kelelahan, penderita AS akan mudah merasa lelah dan kehilangan energi untuk beraktivitas.
2. Entesis, peradangan yang terjadi di tempat melekatnya ligamen dan tendon dengan tulang.
3. Artritis, terjadi peradangan sendi pada bagian tubuh lain, seperti pada sendi panggul dan lutut.
Pasien AS juga mungkin mengalami beberapa komplikasi, seperti:
1. Tulang belakang yang menyatu (Bamboo Spine), kondisi dimana salah satu tulang pada tulang belakang bergeser dari posisi normal dan condong ke depan menutupi tulang di bawahnya, umumnya terjadi pada punggung bagian bawah.
2. Peradangan mata (Uveitis), mengakibatkan sakit mata yang cepat timbul, sensitivitas terhadap cahaya, dan kehilangan penglihatan serta ketajaman.
3. Peradangan mata (Uveitis), mengakibatkan sakit mata yang cepat timbul, sensitivitas terhadap cahaya, dan kehilangan penglihatan serta ketajaman.
4. Patah (fraktur) tulang belakang, terjadi pengeroposan tulang pada tahap awal AS, yang akan memudahkan terjadinya fraktur. Fraktur memperparah nyeri dan menyebabkan perburukan postur.
5. Gangguan jantung, AS dapat menyebabkan masalah penyakit jantung koroner dan pembuluh darah lain. Aorta yang meradang dapat melebar yang merusak bentuk katup aorta di jantung serta fungsinya.
6. Amyloidosis, kondisi di mana protein amilioid yang seharusnya diproduksi di sumsum tulang belakang justru tumbuh di beberapa organ lain, seperti jantung, hati, dan ginjal.
7. Sindrom cauda equin, terjadi penekanan pada saraf di dasar tulang belakang. Kondisi ini menimbulkan rasa sakit di bokong dan panggul, tungkai terasa lemas, sulit berjalan dan mengalami gangguan pada sistem urine.
Diagnosis
Diagnosis awal AS dibuat berdasarkan gejala di atas dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutanix seperti:
• Tes laboratorium dilakukan untuk memeriksa gen HLA-B27. Namun, gen ini hanya berfungsi sebagai indikasi untuk risiko yang lebih tinggi.
• Tes radiologi, menggunakan X-ray untuk menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang punggung dan sendi, maupun Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengetahui diagnosis lebih cepat dan tepat dibandingkan X-ray. MRI dapat menunjukkan kerusakan yang lebih detail dibandingkan dengan X-ray.
Pengobatan
Penanganan dan tindakan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, memperbaiki kelainan pada postur tubuh, mencegah kecacatan, dan meningkatkan kemampuan pasien untuk kembali beraktivitas secara normal.
Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan untuk mengobati AS antara lain:
• Olahraga, dapat membantu mengurangi otot-otot yang kaku dan memperkuat otot di sekitar sendi. Olahraga juga mampu membantu mengurangi risiko kecacatan. Renang merupakan olahraga terbaik yang dapat dipilih oleh pasien penderita Ankylosing Spondylitis (AS).
• Fisioterapi, dapat membantu mengembalikan fungsi tubuh secara normal dan mengurangi risiko cacat permanen karena Ankylosing Spondylitis (AS).
• Obat-obatan konvensional (NSAID, DMARDS, kortikosteroid), digunakan untuk membantu meredakan rasa sakit dan kekakuan pada sendi.
• Obat-obatan biologik (targeted therapies), seperti penghambat TNF Alpha dan penghambat IL-17A.
• Operasi, merupakan pilihan terakhir jika pasien mengalami kerusakan sendi yang cukup parah. Operasi bertujuan untuk mengganti sendi yang rusak dengan sendi tiruan di bagian tubuh tertentu, seperti panggul dan lutut.
Apa itu Psoriatic Arthritis (PsA)?
Psoriatic Arthritis (PsA) merupakan penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel dan jaringan yang sehat. Respons imun yang abnormal tersebut menyebabkan peradangan pada persendian serta kelebihan produksi sel-sel kulit.
Berdasarkan laporan WHO: ‘Global Report on Psoriasis’ di tahun 2016i, sekitar 1,3 – 34,7% pasien penderita Psoriasis mengalami radang sendi kronis (Psoriatic Arthritis – PsA) yang mengarah pada deformasi sendi dan kecacatan. Sampai dengan 40% pasien Psoriasis akan mengalami PsA.
Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama terkena PsA.
Umumnya, PsA menyerang seseorang yang berusia antara 30-50 tahun. Jika seseorang memiliki orang tua yang mengidap PsA, menambah kemungkinan tiga kali lipat untuk mereka terkena penyakit yang sama.
Penyebab PsA sampai dengan saat ini masih belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli menduga faktor genetik dan sistem kekebalan tubuh kemungkinan memainkan peran besar dalam menentukan seseorang terkena PsA. Baik PsA maupun Ankylosing Spondylitis (AS) memiliki kecenderungan penderitanya positif terhadap gen HLA-B27.
Selain itu, faktor lingkungan juga diduga dapat menyebabkan seseorang terkena PsA – adanya trauma fisik dan sesuatu di lingkungan, seperti infeksi virus atau bakteri dapat memicu PsA pada seseorang yang rentan secara genetik.
Gejala
Gejala PsA antara lain terjadi pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, terutama persendian perifer, serta terdapat kelainan kulit berupa Psoriasis. Bagian sendi yang meradang akan terasa lebih hangat. Umumnya, pasien penderita PsA mengalami kekauan sendi pada saat bangun tidur disertai dengan tubuh yang terasa lelah. Tanda-tanda dan gejala PsA sering menyerupai Rheumatoid Arthritis (RA). Kebanyakan penderita juga lebih mudah mengalami obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, dan diabetes.
Beberapa gejala umumnya adalah:
• Pembengkakan pada jari tangan dan kaki, terlihat adanya kelainan bentuk di tangan dan kaki penderita sebelum mengalami gejala sakit sendi yang signifikan.
• Terjadinya kelainan kulit berupa Psoriasis.
• Nyeri pada kaki, terutama di titik-titik di mana tendon dan ligament melekan pada tulang – di bagian belakang tumit (Achilles Tendinitis) atau di telapak kaki (Plantar Fasciitis).
• Nyeri pada punggung bagian bawah, beberapa penderita mengembangkan kondisi tersebut sebagai Ankylosing Spondylitis (AS), sebagai akibat dari Psoriatic Arthritis (PsA). Adanya peradangan pada sendi antara tulang belakang dan panggul (Sakroiliitis).
Jika tidak ditangani dengan benar, Psoriatic Arthritis (PsA) akan mengalami beberapa komplikasi antara lainv:
• Kerusakan permanen pada sendi, berkembang menjadi Artritis Mutilans, yang menyakitkan dan melumpuhkan – dapat mematahkan tulang-tulang kecil di tangan, terutama di jari yang menyebabkan cacat permanen.
• Penyakit kardiovaskuler.
• Gangguan mata, seperti uveitis – menyebabkan nyeri, mata memerah, dan penglihatan kabur.
Diagnosis
Banyaknya gejala yang serupa dengan kondisi ini, membuat PsA sulit didiagnosis.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa PsA adalahvi:
• Pemeriksaan fisik, dilihat dari tanda-tanda peradangan pada persendian pasien, lalu pemeriksaan ketidaknormalan lain pada kulit dan kuku.
• Tes radiologi, pemeriksaan dengan menggunakan X-ray atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendapatkan gambaran detail dari sendi yang meradang.
• Tes laboratirium, dilakukan untuk memeriksa sampel darah dan cairan sendi.
• Pemeriksaan Gen HLA B-27, sebagai prediktor PsA.
Pengobatan
Penanganan dan tindakan yang diberikan kepada penderita hanya bertujuan untuk menekan peradangan pada sendi, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mencegah kecacatan.
Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan, antara lainvii:
1. Terapi panas dan dingin.
2. Injeksi steroid, untuk mengurangi peradangan secara cepat.
3. Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID), dapat meredakan nyeri dan mengurangi peradangan.
4. Obat anti-reumatik (DMARDS), yang mampu memperlambat berkembangnya PsA dan menghindari kerusakan permanen pada persendian dan jaringan tubuh lainnya.
5. Pengobatan biologik (penghambat TNF Alpha dan penghambat IL 17A)
6. Penggantian sendi yang sudah rusak parah akibat PsA akan diganti dengan sendi buatan melalui pembedahan atau operasi
Novartis Indonesia
Meski sampai dengan saat ini AS dan PsA merupakan penyakit yang belum pasti ada obatnya, bukan berarti kedua penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Seperti halnya kepercayaan drg. Rio Suwandi yang meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Karena Tuhan memberikan penyakit, pasti menurunkan pula obatnya.
Inovasi Novartis untuk Ankylosing Spondylitis dan Psoriatic Arthritis di Indonesia, bulan Januari 2019, Secukinumab telah mendapatkan persetujuan Badan POM untuk mengobati Ankylosing Spondylitis (AS) dan Psoriatic Arthritis (PsA). Sebelumnya, Secukinumab dinilai efektif mampu membantu pasien Psoriasis untuk mendapatkan kembali kulit yang bersih hingga 90%.
Berdasarkan laporan WHO: ‘Global Report on Psoriasis’ di tahun 2016[1], sampai dengan 34,7% pasien penderita Psoriasis mengalami radang sendi kronis (Psoriatic Arthritis – PsA) yang mengarah pada deformasi sendi dan kecacatan.
Sementara itu, AS adalah gangguan peradangan kronis yang melibatkan sendi sakroiliaka dan tulang belakang.
Hal ini terkait dengan gejala klinis yang berkaitan dengan persendian maupun diluar persendian, termasuk radang sendi perifer, peradangan entesis, peradangan pada mata (uveitis anterior), psoriasis, dan penyakit peradangan usus. Prevalensi AS di Asia Tenggara adalah 0,2%
Baik pasien AS maupun PsA terkait secara genetik dan klinis, karena keduanya adalah penyakit Reumatik Inflamasi (Inflammatory Rheumatic) yang terkait dengan gen HLA-B27, yaitu gen kuat yang meningkatkan risiko beberapa penyakit reumatik.
Sekitar 85-95% pasien penderita AS dan PsA menunjukkan positif pada gen HLA-B27[3]. Menurut spesialis penyakit dalam dan konsultan reumatologi, DR. dr. Rudy Hidayat, SpPD-KR, “Gen ini tidak menyebabkan penyakit, tetapi bisa membuat orang lebih rentan terkena dan menderita AS dan PsA.” Ia menambahkan “Kebanyakan pasien penderita AS dan PsA tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Mereka baru mengetahuinya setelah merasakan peradangan dan rasa sakit yang terus-menerus dan tidak tertahankan lagi hingga menyebabkan gangguan fungsi gerak tubuh. Deteksi dini dan pananganan yang tepat sangat berperan penting dalam memperbaiki gejala (terutama rasa nyeri), fungsi anggota gerak dan kualitas hidup pasien.”
Pasien dengan AS biasanya mengalami gejala seperti peradangan, rasa sakit, dan kekakuan di bagian tulang belakang serta sendi lain, seperti bahu, pinggul, tulang rusuk, atau tumit terutama terjadi di pagi hari.
Sementara itu, pasien dengan PsA, umumnya menunjukkan gejala yang mirip tetapi biasanya disertai dengan psoriasis pada kulit, walaupun bisa juga terjadi tanpa artritis.
Pria memiliki peluang 3 kali lebih tinggi untuk menderita AS dibandingkan wanita.[4] Penyakit ini bisa terjadi di segala usia, tapi umumnya mulai berkembang pada masa remaja atau dewasa awal (sekitar usia 20 tahunan). Hanya 5% mengalami gejala setelah umur 45 tahun.
Beberapa alternatif penatalaksanaan yang tersedia saat ini, baik untuk AS maupun PsA, lebih banyak bertujuan untuk memperbaiki kelainan pada postur tubuh, mencegah kecacatan, meningkatkan kemampuan pasien untuk kembali beraktivitas secara normal, dan mengurangi serta menekan rasa sakit dan peradangan.
“Saat ini, jenis pengobatan yang banyak digunakan untuk menangani, baik penyakit AS maupun PsA diantaranya adalah obat-obatan non-steroid anti-inflamasi (NSAID), obat anti-reumatik (DMARDs) dan yang terbaru adalah agen biologik.
Tersedianya Secukinumab sebagai salah satu pilihan terapi agen biologik, diharapkan dapat membantu menjawab kebutuhan pengobatan pasien AS dan PsA di Indonesia agar bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik,” papar DR. dr. Rudy.
Selain menggunakan obat untuk mengurangi serta menekan rasa sakit dan peradangan, pasien penderita AS dan PsA juga dapat melakukan terapi fisik. “Terapi ini berperan penting dalam perawatan, karena dapat membantu menghilangkan rasa sakit hingga peningkatan kekuatan dan fleksibilitas. Pasien AS dan PsA dapat melakukan latihan rentang gerak dan peregangan untuk membantu menjaga kelenturan sendi, serta mempertahankan postur tubuh yang baik. Posisi tidur dan berjalan yang tepat serta olah raga perut dan punggung dapat membantu menjaga postur tubuh tegak,” ucap DR. dr. Rudy.
Jorge Wagner, President Director Novartis Indonesia, memaparkan komitmen Novartis Indonesia dalam meningkatkan sistem kesehatan di Indonesia, termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat seputar isu kesehatan. “Pasien adalah prioritas kami yang utama. Sebagai perusahaan kesehatan inovatif, Novartis berupaya untuk terus-menerus menemukan cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup para pasien kami melalui penyediaan obat-obatan yang berkualitas, program-program edukasi kesehatan, serta menjalin kemitraan dengan pihak-pihak terkait,” katanya.
Novartis telah berkontribusi selama puluhan tahun di Indonesia.
Melalui program Continuous Medical Education (CME), Novartis Indonesia telah berhasil melatih lebih dari 10.000 dokter dari berbagai area spesialis, dalam 3 tahun terakhir. Jorge menambahkan, “Guna memastikan para pasien mendapatkan akses yang lebih baik terhadap obat-obatan kami, kami telah mendaftarkan 24 SKU produk kami dalam terapetik area yang berbeda ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Selain itu, dalam dua tahun terakhir ini, kami juga telah berhasil meluncurkan beberapa pengobatan alternatif untuk lima bidang terapi yang berbeda antara lain adalah psoriasis, gagal jantung penyakit retina, tumor neuro-endokrin, dan leukemia granulositik kronis,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar